betawi punya gaye

Jumat, 30 Juli 2010

Pentolan2 betawi,,,

Di atas panggung setinggi pinggang orang dewasa. Satu perempuan berkebaya dan empat orang lelaki sedang berdialog. Bahasanya rada kasar. Bila tak terbiasa mendengar logat suaranya, menduga sedang marah. Serius, tapi membuat penonton tertawa.

Di panggung itu juga, beberapa orang pada posisi siaga dengan alat musiknya. Yang bermain drum, gitar, kecrek, kempor, suling dan gendang. Yang manjadi khas dari pengiring musik ini, satu orang memegang sukong. Ini adalah alat musik gesek khas betawi yang menyerupai biola. Musik sukong menjadi nada dominasi dari musik-musik lainnya.


“Enak aje lu mau ngawinin anak gue. Anak gue kudu ditanyain,” ujar perempuan berkebaya khas betawi dalam dialognya.

Itulah suatu malam di Bulan November, pada musim penghujan. Tumben langit Jakarta cerah. Di Taman Ismail Marzuki alias TIM yang berada di Jalan Cikini, sudah ramai orang yang duduk di parkiran halamannya. Dari anak-anak sampai orang yang sudah berusia senja.

Hari itu sedang ada penghelatan ulang tahun TIM ke 41. Kelompok musik gambang kromong yang akan mengiringin pementasan lenong betawi. Judulnya, Dasar Jodoh. Nama pemainnya sudah cukup kawakan, ada Kubil, Edi Oglek, Jaya, Rita Hamzah, Sanan, dan Engkar.

Gambang Kromong adalah satu kesenian masyarakat Betawi (kini Jakarta). Alat musik ini terdiri dari alat musik tehyan, kongahyan, dan sukong. Dan alat lainnya, gendang, kecrek dan gong. Kesenian ini, sebenarnya perpaduan antara etnis Tionghoa dan Betawi.

Dalam masyarakat Betawi, gambang kromong biasanya menjadi pengiring acara-acara pernikahan, sunatan, dan lainnya. Kesenian ini juga menjadi musik pembuka pementasan lenong betawi. Kesenian musik Betawi lainnya yang terkenal, yakni tanjidor dan topeng betawi sebagai seni teaternya.

Dulunya, lenong betawi diperdengarkan untuk masyarakat strata sosial dari kalangan raja dan bangsawan. Dari lingkungan itulah, akhirnya ada ungkapan yang terlontar dari kalangan sosial jelata; kayak raja lenong. Sindiran ini ditunjukkan kepada orang yang bergaya feodal.




Dalam perkembangan kesenian lenong betawi, terdapat jenis lenong; lenong dines dan lenong preman. Keduanya memunyai perbedaan dari penampilan dan penggambaran cerita yang akan dipentaskan.

Lenong dines dalam dialek Betawi berarti dinas atau resmi. Lakon ini diperankan dengan mengenakan busana formal dan penggambaran ceritanya berlatar kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan. Bahasa Betawi yang digunakan denan logat Betawi halus. Untuk jenis lenong ini, sudah tidak sering dilakonkan saat ini.

Sedangkan lenong preman, lakon dimainkan dengan mengenakan gaya pakaian seadanya. Kisah pementasannya, banyak menyinggung kehidupan sehari-hari. Pun bahasa atau dialek yang dipergunakan. Sehingga yang mendengarnya, seperti orang sedang naik pitam. Lenong inilah, yang sekarang banyak diperankan.

“Kalo masih pake gunain bahasa kamu, Anda, atau saya. Itu bukan lenong betawi. Itu udeh lenong modern,” ujar Malih Tong-Tong, pelenong senior kepada saya. “Kayak muke gile, nah itu baru lenong betawi.” Nadanya keras. Serius. Seperti marah. Kemudian tertawa.

Malih adalah sosok senior kesenian lenong betawi yang mendirikan sanggar lenong ‘Sinar Jaya’. Sosok lainnya yang masih hidup dan seangkatan dengannya, Bolot, Pak Bodong, Bang Jali, Haji Nirin dan Mpok Nori. Mareka masih mempertahankan kesenian tradisi Betawi lenong, dengan membentuk kelompok-kelompok. Bahkan hingga melibatkan anak dan cucunya.


“Kalo dirunut-runut, pemain lenong tua sekarang ni…yee… yang usianya kayak gue, udeh masuk ke angkatan ketiga. Sekarang yang muda-muda udeh masuk ke angkatan lenong keempat,” ujar Malih.


Malih berbadan kurus. Kini berusia 59 dengan kerutan di bagian wajahnya begitu kentara . Jika tersenyum atau tertawa, terlihat kerutan kulitnya. Intonasi bicaranya cukup keras. Saya menemuinya saat melangsungkan suting di kawasan Otista Jakarta untuk serial Betawi bertajuk ‘Numpang Idup’ yang ditayangkan oleh salah satu televisi swasta negeri ini.

Kariernya sebagai pemain lenong betawi bermula di tahun tahun 1980-an. Ia kali pertama adalah pemain topeng betawi ‘Setia Warga’ pimpinan Haji Bokir. Sedangkan abangnya, Dimin menjadi pemain lenong betawi pimpinan Haji Tohir. Topeng betawi dan lenong betawi, keduanya adalah kesenian masyarakat Betawi. Perbedaannya, hanya pengenaan topeng pada saat pementasan.


Dimin menemuinya saat Malih manggung dan mengatakan sanggarnya kekurangan pemain lenong. Malih tidak langsung menerima. “Saya apa mampu. Karena peran beda,” ujar Malih. Ia akhirnya mencobanya dan menemui Haji Tohir di rumahnya.



“Sekarang begini aja deh. Elu bisa tulungin gue nggak,” ujar Haji Tohir dengan dialek Betawi.



“Tulungin apa nih, Pak Haji,” tanya Malih.

“Elu nggak usah di topeng lagi, dah,” katanya. “Karena di lenong kurang bodor-nya (pelawak),” ujarnya.



“Saya nggak bisa jawab dah. Karena gua udeh jadi pelawaknya Pak Bokir,” jawab Malih.


“Ya udah, sekarang ngomong aja ama dia (Bokir). Bilang aja dari gue,” pintanya.
Dari ajakan itu, Malih menemui Bang Bokir di rumahnya. Ia menyampaikan tawaran Haji Tohir untuk bergabung dengan lenong betawi asuhannya.



“Pak Haji! kayaknya kalo pemain di sini udeh kebanyakan nih. Kebetulan Haji Tohir ngebon, ngajakin main di tempatnya,” ujar Malih kepada Bokir.



“Sebenarnya sih gue nggak ngasih. Kalo ibarat bintang, elu itu bintang gue,” ujar Pak Haji. “Tapi, ya udeh elu main dua tempat deh,” ujar Bokir.



Akhirnya Malih bermain pada dua pertunjukan di dua tempat berbeda. Topeng bermain di Jagakarsa, Lenteng agung dan Lenong di perkampungan Taman Mini. Jam 9 malam, topeng selesai, Malih langsung dijemput motor meluncur ke acara lenong. Pementasan di dua tempat itu, masing-masing dapet upah Rp500 rupiah. Sekarang setara ama Rp500 ribu.



Akhirnya, dua acara itu berhasil. Setelah sukses ke Lenong, Malih kembali ke Topeng sanggar Haji Bokir. Perpindahan itu, tiba-tiba Haji Bokir mengajaknya untuk syuting di TVRI.

“Dia (Bokir, Alm) guru saya. Saya banyak ngambil ilmunya. Dia seorang berpesan agar, jangan sombong dan selalu rendah diri,” kata Malih, pelenong dengan enam anak dan memiliki sebelas cucu ini.
Kesenian lenong pada tempo dulu, memang kerap mudah dipertontonkan di Jakarta. Dari panggung ke panggung hingga dari kampung ke kampung. Zaman berubah dan keberadaan lenong telah tergerus oleh pesatnya kota. Kondisi semakin sempitnya ruang, lenong pun ikut menyempit.
Cucu sebelas, anak enam. Lahir Kampung rambutan , usianya 59


Kondisi perubahan zaman itulah, akhirnya karakter lenong ikut menyesuaikan karakter zaman. Tahun 1970-an dan 1980-an, musik lenong benar-benar murni, gambang kromong. Sekarang lain lagi, ada drum, gitar dan musik lainnya. Agar tidak mudah membosankan, ditambah musik dangdut.

Di masa-masa itu juga, cerita lenong kebanyakan silat. Karekter penokohan lebih ditonjolkan sebagai tampilannya. Sekarang, sudah tidak mengenal kisah jagoan Betawi yang menjadi musuh Belanda, Si Pitung atau Bang Jampang jago betawi. Sayangnya lagi, tak ada pelenong yang tahu persis karakter tokoh betawi itu.

“Lenong akan tetep jalan terus. Nggak ada matinya. Generasi tiap generasi, lenong tetap menarik untuk dipentaskan. Buktinya, ampe sekarang lenong tetep aje ade tuh,” ujar Haji Bolot, tokoh senior lenong betawi.

Kalau terjadinya perubahan jaman, Bolot yang sering menjadi tokoh budek ini mengatakan, tinggal diperlukan kemasan agar tidak membosankan. Namun sejak dulu sampai sekarang, lenong betawi tetap menjadi tontonan yang diminati masyarakatnya. “Dibuktiin deh, lenong tuh tetap ada selama masih ada generasinya,” ujarnya.

“Kalo ada yang bilang lenong udeh mulai sepi dan kurang diminati lagi kayak dulu. Biarin aja dah. Orang itu nggak ngerti aja. Gue tetep melenong dan generasi abis gue juga udeh siap-siap gantiin,” ujar Bolot.

Keberadaan lenong betawi, memang kian menjamur saat ini. Apalagi pemerintah DKI Jakarta memberikan apresiasi yang besar bagi kelestarian kesenian Betawi ini. Namun tidak sedikit pula yang akhirnya harus tenggelam akibat sepi order mentas. Pelenong kebanyakan berasal dari teturunan atau dari sanggar yang sudah punya nama di blantika panggung komedian.

Lenong masih dikuasai oleh sosok angkatan ketiga pada era Bang Bolot, Mpok Nori, dan Bang Haji Malih. Kelompok tua ini berawal dari panggung dan akhirnya merambah ke televisi. Sedangkan untuk angkatan keempat pada era Mandra, Ucup, Kubir dan lainnya, masih berkutat dari panggung ke panggung dan tidak sering merambah televisi.
Walaupun saat ini lenong lebih banyak dikenal di televisi. Sayangnya, sudah tidak seperti dulu lagi. Sudah terjadi kombinasi musik dan alur cerita yang dimainkan. Yang sama, masih gaya bahasa dan logat Betawi yang dipertahankan. Cerita lenong sudah tidak murni lagi.

Lenong betawi sudah tidak sering lagi menceritakan tentang kehebatan jagoan Betawi menumpas penjajahan. Tidak lagi bergaya seperti seorang jawara dengan golok di pinggangnya. Bahkan ceritanya juga, sudah dipengaruhi oleh naskah skenario bagi para pemainnya.

“Itu bukan lenong,” kata Malih.

“Kalo kayak gitu sih, enak banget. Seniman lenong udeh tahu karakternya sendiri. Nggak perlu naskah,” ujar Bolot.

“Bener ntuh. Itu namanya lenong modern. Ya…mereka klaim bahwa itu lenong,” ujar Malih lagi.

Bagaimana Lenong betawi yang sebenarnya? Malih mengemukakan, lenong yang sebenarnya berdialog tanpa harus menggunakan naskah. Setiap ada tokoh yang diserahkan, seniman lenong sudah harus tahu karakter dan dialog yang akan dikemukakan saat di panggung.

Ada lagi ciri lenong yang sebenarnya. Lenong selalu masuk dari pintu kanan dan keluar dari pintu kiri, begitu juga sebaliknya. “Jadi kalo ada yang masuk dari kanan, dan keluar dari kiri, itu juga bukan lenong,” papar Malih.

Generasi lenong, tidak setangguh dulu. Seniman lenong sekarang lebih banyak mengedepankan material dan bukan menghargai idealisme kesenimannya. Pada prinsipnya sebagai pemain lenong, yang terpenting tidak sombong dengan identitasnya. Tidak angkuh sebagai orang Jakarta asli.

“Keangkuhan yang kita khawatirin untuk generasi mendatang. Jangan merasa sudah besar, tapi kita lupa asal usulnya. Kalo memang ada masyarakat yang menginginkan kita bersama, harus kita layani. Seniman harus dekat dengan masyarakatnya,” ujar Malih. Lenong betawi tak ingin mati.

TARI LENONG DIDAFTARKAN JADI WARISAN BUDAYA TAK BENDA

Jakarta, 25/6/2010 (Kominfo-Newsroom) – Pemerintah Provinsi DKIJakarta berencana untuk mematenkan seni budaya asli Betawi agardiakui sebagai warisan budaya Indonesia, khususnya DKI Jakarta,untuk menjaga kelestariannya sekaligus dapat dikenal luas olehmasyarakat internasional.

Sebagai langkah awal, kini Pemprov DKI Jakarta telahmendaftarkan kesenian Lenong Betawi pada Kementerian Kebudayaan danPariwisata RI, sebagai salah sau warisan tak benda yang diakuisecara internasional.


Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, ArieBudhiman, mengatakan, pihaknya sudah sejak lama mengajukan usulantersebut. Ini merupakan salah satu langkah yang dilakukan PemprovDKI Jakarta untuk melestarikan dan menjaga kebudayaan Betawi yanghampir punah seiring perkembangan zaman.


Langkah kami mengusulkan seni tari Lenong Betawi sebagai salahsatu warisan budaya tak benda Indonesia merupakan tindakankepedulian tinggi untuk menjaga seni budaya Betawi, sebelum diakuioleh bangsa lain, kata Arie Budhiman di Balaikota DKI Jakarta,Kamis (24/6).


Usulan tersebut akan diseleksi bersama dengan kebudayaan dankesenian yang berasal dari daerah lainnya. Setelah lulus seleksidari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, akan diajukan menjadisalah satu kebudayaan yang akan didaftarkan sebagai warisan budayatak benda pada United Nations Educational, Scientific and CulturalOrganization (UNESCO).


Ia mengatakan, proses pengakuan dunia internasional terhadapseni tari Lenong dipastikan akan cukup panjang, karena bukan hanyaDKI Jakarta yang mendaftarkan kebudayaannya sebagai warisan takbenda, melainkan banyak provinsi lain yang juga mendaftarkankebudayaannya kepada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.


Jadi warga Jakarta harap bersabar, dan terus mendukung agar senitari Lenong bisa lulus seleksi baik dari Kementerian Kebudayaan danPariwisata maupun UNESCO, katanya.


Selain seni tari Lenong yang didaftarkan, menurut Arie,sebenarnya Pemprov DKI Jakarta juga mendaftarkan kebudayaan Betawilainnya sebagai warisan budaya tak benda yakni untuk Tari TopengBetawi.

Namun, karena tari topeng juga didaftarkan dari berbagai macamprovinsi, maka tari itu didaftarkan menjadi tari topeng nasionalgabungan dari budaya daerah lain. Dengan kata lain, didaftarkansebagai kebudayaan daerah asal Indonesia oleh KementerianKebudayaan dan Pariwisata RI ke UNESCO.

Macem2 yg ada di tanah betawi

Orang Betawi memiliki warisan kekayaan budaya yang patut dilestarikan. Beberapa di antaranya adalah ondel-ondel, tanjidor, dan kerak telur. Ketiganya sering muncul mengisi acara-acara yang berkaitan dengan pelestarian budaya Betawi.




Ondel-ondel



Ondel-ondel adalah salah satu pertunjukan masyarakat Betawi berwujud boneka besar. Biasanya ondel-ondel ditampilkan berpasangan, yakni ondel-ondel laki-laki (wajahnya dicat merah) dan ondel-ondel perempuan (wajahnya dicat putih).


Permainan ondel-ondel diduga berasal dari pengaruh Hindu, sebagai lambang dewa-dewa penyelamat. Pada awalnya, permainan itu digunakan untuk pemujaan arwah nenek moyang atau tokoh yang dihormati. Masyarakat Betawi pun percaya, ondel-ondel dimainkan untuk menolak segala macam gangguan yang bersifat jahat. Kini, ondel-ondel dimainkan untuk merayakan pesta-pesta budaya Betawi.







Tanjidor


Tanjidor merupakan pertunjukan kesenian musik Betawi. Nama tanjidor lahir pada masa penjajahan Hindia Belanda. Namun, istilah tanjidor itu bukan berasal dari bahasa Belanda, melainkan bahasa Portugis, yakni “tangedor” yang berarti pemain alat musik berdawai.


Dalam kenyataannya, permainan musik tanjidor tak sesuai dengan arti dalam bahasa Portugis. Alasannya karena alat-alat musik tanjidor bukan alat musik berdawai (senar), namun alat musik tiup dan tabuh. Misalnya klarinet, piston, trombon, terompet dan drum. Diberi nama tanjidor dari “tangedor” sebab tanjidor memakai sistem musik diatonik seperti tangedor. Dahulu, tanjidor dimainkan sebagai musik pengiring pengantin. Tapi sekarang ini, tanjidor lebih banyak dimainkan untuk menyambut tamu agung.





Kerak Telur


Kerak telur adalah satu dari sekian banyak makanan khas Betawi. Makanan ini terbuat dari bahan serta bumbu tradisional. Antara lain beras ketan putih, telur ayam atau telur bebek, ebi (udang kering), parutan kelapa yang telah disangrai (digoreng tanpa minyak) hingga kering. Bumbunya adalah bawang goreng, cabai merah, kencur, jahe, merica, garam, dan gula pasir.


Cara membuat makanan ini cukup unik. Semua bahan dan bumbu dimasak di dalam wajan yang diletakkan di atas bara api tanpa kompor. Agar kerak telur terpanggang dan matang merata, permukaan dan bagian bawah wajan dibalik-balik. Dari proses inilah, adonan itu menjadi kerak (lapisan makanan yang hangus) yang lalu dinamakan kerak telur.

SI PITUNG

Pitung adalah salah satu pendekar orang asli Indonesia berasal dari daerah betawi yang berasal dari kampung Rawabelong Jakarta Barat. Pitung dididik oleh kedua orang tuanya berharap menjadi orang saleh taat agama. Ayahnya Bang Piun dan Ibunya Mpok Pinah menitipkan si Pitung untuk belajar mengaji dan mempelajari bahasa Arab kepada Haji Naipin.Setelah dewasa si Pitung melakukan gerakan bersama teman-temannya karena ia tidak tega melihat rakyat-rakyat yang miskin. Untuk itu ia bergerilya untuk merampas dan merampok harta-harta masyarakat yang hasil rampasannya ini dibagikan kepada rakyat miskin yang memerlukannya.Selain itu Pitung suka membela kebenaran dimana kalau bertemu dengan para perampas demi kepentingannya sendiri maka sama si Pitung akan dilawan dan dari semua lawannya Pitung selalu unggul.Gerakan Pitung semakin meluar dan akhirnya kompeni Belanda yang saat itu memegang kekuasan di negeri Indonesia melakukan tindakan terhadap si Pitung. Pemimpin polisi Belanda mengerahkan pasukannya untuk menangkap si Pitung, namun berkali-kali serangan tersebut tidak menghasilkan apa-apa. Pitung selalu lolos dan tidak mudah untuk ditangkap oleh pasukan Belanda. Ditambah-tambah si Pitung mempunyai ilmu kebal terhadap senjata tajam dan sejata api.Kompeni Belanda pun tidak kehilangan akal, pemimpin pasukan Belanda mencari guru si Pitung yaitu Haji Naipin. Disandera dan ditodongkan sejata ke arah Haji Naipin agar memberikan cara melemahkan kesaktian si Pitung, akhirnya Haji Naipin menyerah dan memberitahu kelemahan-kelemahan si Pitung.Pada suatu saat, Belanda mengetahui keberadaan si Pitung dan langsung menyergap dan menyerang secara tiba-tiba. Pitung mengadakan perlawan, dan akhirnya si Pitung tewas karena kompeni Belanda sudah mengetahui kelemahan si Pitung dari gurunya Haji Naipin.

*****
Si Pitung adalah seorang pemuda yang soleh dari Rawa Belong. Ia rajin belajar mengaji pada Haji Naipin. Selesai belajar mengaji ia pun dilatih silat. Setelah bertahun- tahun kemampuannya menguasai ilmu agama dan bela diri makin meningkat.
Pada waktu itu Belanda sedang menjajah Indonesia. Si Pitung merasa iba menyaksikan penderitaan yang dialami oleh rakyat kecil. Sementara itu, kumpeni (sebutan untuk Belanda), sekelompok Tauke dan para Tuan tanah hidup bergelimang kemewahan. Rumah dan ladang mereka dijaga oleh para centeng yang galak.
Dengan dibantu oleh teman-temannya si Rais dan Jii, Si Pitung mulai merencanakan perampokan terhadap rumah Tauke dan Tuan tanah kaya. Hasil rampokannya dibagi-bagikan pada rakyat miskin. Di depan rumah keluarga yang kelaparan diletakkannya sepikul beras. Keluarga yang dibelit hutang rentenir diberikannya santunan. Dan anak yatim piatu dikiriminya bingkisan baju dan hadiah lainnya.
Kesuksesan si Pitung dan kawan-kawannya dikarenakan dua hal. Pertama, ia memiliki ilmu silat yang tinggi serta dikhabarkan tubuhnya kebal akan peluru. Kedua, orang-orang tidak mau menceritakan dimana si Pitung kini berada. Namun demikian orang kaya korban perampokan Si Pitung bersama kumpeni selalu berusaha membujuk orang-orang untuk membuka mulut.
Kumpeni juga menggunakan kekerasan untuk memaksa penduduk memberi keterangan. Pada suatu hari, kumpeni dan tuan-tuan tanah kaya berhasil mendapat informasi tentang keluarga si Pitung. Maka merekapun menyandera kedua orang tuanya dan si Haji Naipin. Dengan siksaan yang berat akhirnya mereka mendapatkan informasi tentang dimana Si Pitung berada dan rahasia kekebalan tubuhnya.
Berbekal semua informasi itu, polisi kumpeni pun menyergap Si Pitung. Tentu saja Si Pitung dan kawan-kawannya melawan. Namun malangnya, informasi tentang rahasia kekebalan tubuh Si Pitung sudah terbuka. Ia dilempari telur-telur busuk dan ditembak. Ia pun tewas seketika.Meskipun demikian untuk Jakarta, Si Pitung tetap dianggap sebagai pembela rakyat kecil.(

Benyamin S



Nama : Benyamin Sueb
Lahir : Jakarta, 5 Maret 1939
Meninggal : Jakarta, 5 September 1995
Isteri : Noni (Menikah tahun 1959)
Pendidikan :
- Kursus Lembaga Pembinaan Perusahaan & Ketatalaksanaan, Jakarta (1960)
- Akademi Bank Jakarta, Jakarta (tidak tamat)
- SMA Taman Madya, Jakarta (1958)- SMPN Menteng, Jakarta (1955)
Riwayat Pekerjaan :
- Aktor, penyanyi, penghibur
- Kondektur PPD (1959)
- Bagian Amunisi Peralatan AD (1959-1960)
- Bagian Musik Kodam V Jaya (1957-1968)
- Kepala Bagian Perusahaan Daerah Kriya Jaya (1960-1969)

Penghargaan :

- Meraih Piala Citra 1973 dalam film Intan Berduri (Turino Djunaidi, 1972) bersama Rima Melati
- Meraih Piala Citra 1975 dalam film Si Doel Anak Modern (Sjuman Djaya, 1975)

Film yang dibintangi :

1. Honey Money and Jakarta Fair (1970)
2. Dunia Belum Kiamat (1971)
3. Hostess Anita (1971)
4. Brandal-brandal Metropolitan (1971)
5. Banteng Betawi (1971)
6. Bing Slamet Setan Jalanan (1972)
7. Angkara Murka (1972)
8. Intan Berduri (1972)
9. Biang Kerok (1972)
10. Si Doel Anak Betawi (1973)
11. Akhir Sebuah Impian (1973)
12. Jimat Benyamin (1973)
13. Biang Kerok Beruntung (1973)
14. Percintaan (1973)
15. Cukong Bloon (1973)
16. Ambisi (1973)
17. Benyamin Brengsek (1973)
18. Si Rano (1973)
19. Bapak Kawin Lagi (1973)
20. Musuh Bebuyutan (1974)
21. Ratu Amplop (1974)
22. Benyamin Si Abu Nawas (1974)
23. Benyamin spion 025 (1974)
24. Tarzan Kota (1974)
25. Drakula Mantu (1974)
26. Buaya Gile (1975)
27. Benyamin Tukang Ngibul (1975)
28. Setan Kuburan (1975)
29. Benyamin Koboi Ngungsi (1975)
30. Benyamin Raja Lenong (1975)
31. Traktor Benyamin (1975)
32. Samson Betawi (1975)
33. Zorro Kemayoran (1976)
34. Hipies Lokal (1976)
35. Si Doel Anak Modern (1976)
36. Tiga Jango (1976)
37. Benyamin Jatuh Cinta (1976)
38. Tarzan Pensiunan (1976)
39. Pinangan (1976)
40. Sorga (1977)
41. Raja Copet (1977)
42. Tuan, Nyonya dan Pelayan (1977)
43. Selangit Mesra (1977)
44. Duyung Ajaib (1978)
45. Dukun Kota (1978)
46. Betty Bencong Slebor (1978)
47. Bersemi Di Lembah Tidar (1978)
48. Musang Berjanggut (1981)49. Tante Girang (1983)
50. Sama Gilanya (1983)
51. Dunia Makin Tua/Asal Tahu Saja (1984)
52. Koboi Insyaf/Komedi lawak '88 (1988)
53. Kabayan Saba Kota (1992)

Seniman Betawi Serba Bisa

Ia menjadi figur yang melegenda di kalangan masyarakat Betawi khususnya karena berhasil menjadikan budaya Betawi dikenal luas hingga ke mancanegara. Celetukan ‘muke lu jauh’ atau ‘kingkong lu lawan’ pasti mengingatkan masyarakat pada Benyamin Sueb, seniman Betawi serba bisa yang sudah menghasilkan kurang lebih 75 album musik, 53 judul film serta menyabet dua Piala Citra ini. Sejak kecil, Benyamin Sueb sudah merasakan getirnya kehidupan. Bungsu delapan bersaudara pasangan Suaeb-Aisyah kehilangan bapaknya sejak umur dua tahun. Karena kondisi ekonomi keluarga yang tak menentu, si kocak Ben sejak umur tiga tahun diijinkan ngamen keliling kampung dan hasilnya buat biaya sekolah kakak-kakaknya.Benyamin sering mengamen ke tetangga menyanyikan lagu Sunda Ujang-Ujang Nur sambil bergoyang badan. Orang yang melihat aksinya menjadi tertawa lalu memberikannya recehan 5 sen dan sepotong kue sebagai ‘imbalan'. Penampilan Benyamin kecil memang sudah beda, sifatnya yang jahil namun humoris membuat Benyamin disenangi teman-temannya. Seniman yang lahir di Kemayoran, 5 Maret 1939 ini sudah terlihat bakatnya sejak anak-anak. Bakat seninya tak lepas dari pengaruh sang kakek, dua engkong Benyamin yaitu Saiti, peniup klarinet dan Haji Ung, pemain Dulmuluk, sebuah teater rakyat - menurunkan darah seni itu dan Haji Ung (Jiung) yang juga pemain teater rakyat di zaman kolonial Belanda. Sewaktu kecil, bersama 7 kakak-kakaknya, Benyamin sempat membuat orkes kaleng.Benyamin bersama saudara-saudaranya membuat alat-alat musik dari barang bekas. Rebab dari kotak obat, stem basnya dari kaleng drum minyak besi, keroncongnya dari kaleng biskuit. Dengan ‘alat musik’ itu mereka sering membawakan lagu-lagu Belanda tempo dulu. Kelompok musik kaleng rombeng yang dibentuk Benyamin saat berusia 6 tahun menjadi cikal bakal kiprah Benyamin di dunia seni. Dari tujuh saudara kandungnya, Rohani (kakak pertama), Moh Noer (kedua), Otto Suprapto (ketiga), Siti Rohaya (keempat), Moenadji (kelima), Ruslan (keenam), dan Saidi (ketujuh), tercatat hanya Benyamin yang memiliki nama besar sebagai seniman Betawi.Benyamin memulai Sekolah Dasar (dulu disebut Sekolah Rakyat) Bendungan Jago sejak umur 7 tahun. Sifatnya yang periang, pemberani, kocak, pintar dan disiplin, ditambah suaranya yang bagus dan banyak teman, menjadikan Ben sering ditraktir teman-teman sekolahnya.SD kelas 5-6 pindah ke SD Santo Yusuf Bandung. SMP di Jakarta lagi, masuk Taman Madya Cikini. Satu sekolahan dengan pelawak Ateng. Di sekolah Taman Madya, ia tergolong nakal. Pernah melabrak gurunya ketika akan kenaikan kelas, ia mengancam, “Kalau gue kagak naik lantaran aljabar, awas!” Lulus SMP ia melanjutkan SMA di Taman Siswa Kemayoran. Sempat setahun kuliah di Akademi Bank Jakarta, tapi tidak tamat.Benyamin mengaku tidak punya cita-cita yang pasti. “Tergantung kondisi,” kata penyanyi dan pemain film yang suka membanyol ini. Benyamin pernah mencoba mendaftar untuk jadi pilot, tetapi urung gara-gara dilarang ibunya.Ia akhirnya menjadi pedagang roti dorong. Pada 1959, ia ditawari bekerja di perusahaan bis PPD, langsung diterima . “Tidak ada pilihan lain,” katanya. Pangkatnya cuma kenek, dengan trayek Lapangan Banteng - Pasar Rumput. Itu pun tidak lama. “Habis, gaji tetap belum terima, dapat sopir ngajarin korupsi melulu,” tuturnya. Korupsi yang dimaksud ialah, ongkos penumpang ditarik, tetapi karcis tidak diberikan. Ia sendiri mula-mula takut korupsi, tetapi sang sopir memaksa. Sialnya, tertangkap basah ketika ada razia. Benyamin tidak berani lagi muncul ke pool bis PPD. Kabur, daripada diusut.Baru setelah menikah dengan Noni pada 1959 (mereka bercerai 7 Juli 1979, tetapi rujuk kembali pada tahun itu juga), Benyamin kembali menekuni musik. Bersama teman-teman sekampung di Kemayoran, mereka membentuk Melodyan Boy. Benyamin nyanyi sambil memainkan bongo. Bersama bandnya ini pula, dua lagu Benyamin terkenang sampai sekarang, Si Jampang dan Nonton Bioskop.Sebenarnya selain menekuni dunia seni, Benyamin juga sempat menimba ilmu dan bekerja di lahan yang ‘serius’ diantaranya mengikuti Kursus Lembaga Pembinaan Perusahaan dan Pembinaan Ketatalaksanaan (1960), Latihan Dasar Kemiliteran Kodam V Jaya (1960), Kursus Administrasi Negara (1964), bekerja di Bagian Amunisi Peralatan AD (1959-1960), Bagian Musik Kodam V Jaya (1957-1969), dan Kepala Bagian Perusahaan Daerah Kriya Jaya (1960-1969).Dari berkesenian, hidup Benyamin (dan keluarganya) berbalik tak lagi getir. Debutnya Si Jampang, mengalir setelah itu Kompor Mleduk belakangan dinyanyikan ulang oleh Harapan Jaya, Begini Begitu (duet Ida Royani), Nonton Bioskop (dibawakan Bing Slamet) dan puluhan lagu karya Benyamin yang lain. Tidak puas dengan hanya menyanyi, Benyamin lalu main film. Diawali Honey Money and Jakarta Fair (1970) lalu mengucur deras puluhan film lainnya. Seniman yang suka ‘mengomel’ bila melawak ini menjadi salah satu pemain yang namanya sering digunakan menjadi judul film. Selain Benyamin tercatat diantaranya Bing Slamet,Ateng, dan Bagio. Judulnya, antara lain Benyamin Biang Kerok (Nawi Ismail, 1972), Benyamin Brengsek (Nawi Ismail, 1973), Benyamin Jatuh Cinta (Syamsul Fuad, 1976), Benyamin Raja Lenong (Syamsul Fuad, 1975), Benyamin Si Abunawas (Fritz Schadt, 1974), Benyamin Spion 025 (Tjut Jalil, 1974), Traktor Benyamin (Lilik Sudjio, 1975), Jimat Benyamin (Bay Isbahi, 1973), dan Benyamin Tukang Ngibul (Nawi Ismail,1975).Dia juga main di film seperti Ratu Amplop (Nawi Ismail, 1974), Cukong Blo'on (Hardy, Chaidir Djafar, 1973),Tarsan Kota (Lilik Sudjio, 1974), Samson Betawi (Nawi Ismail, 1975), Tiga Janggo (Nawi Ismail, 1976), Tarsan Pensiunan (Lilik Sudjio, 1976), Zorro Kemayoran (Lilik Sudjoi, 1976). Sementara Intan Berduri (Turino Djunaidi, 1972) membuat dirinya, dan Rima Melati, meraih Piala Citra 1973.Benyamin juga membuat perusahaan sendiri bernama Jiung Film - diantara produksinya Benyamin Koboi Ngungsi (Nawi Ismail, 1975) - bahkan menyutradarai Musuh Bebuyutan (1974) dan Hippies Lokal (1976). Sayang, usahanya mengalami kemunduran, dan PT Jiung Film dibekukan tahun 1979.Benyamin tidak selalu menjadi bintang utama di setiap filmnya. Seperti layaknya semua orang, ada proses dimana Benyamin "hanya" menjadi figuran atau paling mentok menjadi aktor pembantu. Dalam hal ini, paling tidak ada dua nama yang patut disebut, yaitu Bing Slamet dan Sjuman Djaya. Walau sudah merintis karir sebagai "bintang film" lewat film perdananya, Banteng Betawi (Nawi Ismail,1971) yang merupakan lanjutan dari Si Pitung (Nawi Ismail, 1970), tetapi kedua nama besar itulah yang mempertajam kemampuan akting Benyamin.Dalam "berguru" dengan Bing Slamet, Benyamin tidak saja bekerja sama dalam hal musik - seperti dalam lagu Nonton Bioskop dan Brang Breng Brong. Tapi dalam hal film pun dilakoninya. Terlihat dengan jelas, di film Ambisi (Nya Abbas Acup, 1973) -sebuah "komidi musikal" yang diotaki oleh Bing Slamet - Benyamin menjadi teman sang aktor utama, Bing Slamet menjadi penyiar Undur-Undur Broadcasting. Di film ini, sudah terlihat gaya "asal goblek" Benyamin yang penuh improvisasi dan memancing tawa. Di sini, dia berduet dengan Bing Slamet lewat lagu Tukang Sayur. Tetapi, sebenarnya, setahun sebelumnya, Benyamin juga diajak ikutan main Bing Slamet Setan Djalanan (Hasmanan, 1972). Karena itulah, saat sahabatnya itu wafat pada 17 Desember 1974, Benyamin tak dapat menahan tangisnya.Dengan Sjuman Djaya, Benyamin diajak main Si Doel Anak Betawi (Sjuman Djaya, 1973). Dirinya menjadi ayah si Doel, yang diperankan oleh Rano Karno kecil. Perannya serius tapi, seperti stereotipe orang Betawi, kocak dan tetap "asal goblek". Adegan terdasyat film ini adalah saat pertemuan antara abang-adik yang diperankan oleh Benyamin dan Sjuman Djaya sendiri, terlihat ketegangan dan kepiawaian akting keduanya yang mampu mengaduk-aduk emosi penonton. Talenta itu direkam oleh ayah dari Djenar Maesa Ayu dan Aksan Syuman, dan dua tahun kemudian Benyamin pun main film sekuelnya, Si Doel Anak Modern (Sjuman Djaya, 1975). Kali ini Benyamin menjadi bintang utamanya, dan meraih Piala Citra.Yang menarik, lebih dari dua puluh tahun kemudian Rano Karno membuat versi sinetronnya. Castingnya nyaris sama: Rano sebagai Si Doel, Benyamin sebagai ayahnya - selain theme song-nya dan settingnya yang hanya diubah sedikit saja. Lagi-lagi Benyamin menjadi aktor pendukung, tapi kehadirannya sungguh bermakna.Sebenarnya ada satu lagi film yang dirinya bukan aktor utama, tetapi sangat dominan bahkan namanya dijadikan subjudul atawa tagline: Benyamin vs Drakula. Film itu adalah Drakula Mantu, karya si Raja Komedi Nyak Abbas Akub tahun 1974. Film bergenre komedi horor itu "memaksa" Benyamin beradu akting dengan Tan Tjeng Bok, si aktor tiga zaman. Begitulah, meski beberapa kali pernah tidak "menjabat" sebagai aktor utama, tetapi kehadirannya mencuri perhatian penonton saat itu.Penyanyi BeneranTahun 1992, saat sibuk main sinetron dan film televisi (Mat Beken dan Si Doel Anak Sekolahan) Benyamin mengutarakan keinginannya pada Harry Sabar, "Gue mau dong rekaman kayak penyanyi beneran." Maka, bersama Harry Sabar, Keenan Nasution, Odink Nasution, dan Aditya, jadilah band Gambang Kromong Al-Haj dengan album Biang Kerok. Lagu seperti Biang Kerok serta Dingin-dingin menjadi andalan album tersebut. Inilah band dan album terakhir Benyamin."Di lagu itu, entah kenapa, Ben menyanyi seperti berdoa, khusuk. Coba saja dengar Ampunan," jelas Harry, sang music director. "Mungkin sudah tahu kalau hidupnya tinggal sebentar," imbuhnya. Memang betul, setelah album itu keluar, Benyamin sakit keras, dan rencana promosi ditunda dan tak pernah lagi terwujud kecuali beberapa pentas. Di album ini, Benyamin menyanyi dengan "serius". Tetapi, lagi-lagi, seserius apa pun, tetap saja orang-orang yang terlibat tertawa terpingkal-pingkal saat Benyamin rekaman lagu I’m a Teacher dan Kisah Kucing Tua dengan penuh improvisasi. Sementara lagu Dingin Dingin Dimandiin dan Biang Kerok bernuansa cadas. Dan Ampunanmu kental dengan progressive rock, diantaranya nuansa Watcher of the Sky dari Genesis era Peter Gabriel.Yang menarik, masih menurut Harry, saat Benyamin menonton Earth, Wind, and Fire di Amerika - saat menjenguk anaknya yang kuliah di sana - dia langsung komentar, "Nyanyi yang kayak gitu, asyik kali ye?", dan nuansa itu pun hadir di beberapa lagu di album itu, salah satunya dengan sedikit sentuhan Lady Madonna dari The Beatles.Benyamin yang sudah tiga kali menunaikan ibadah haji ini meninggal dunia seusai main sepakbola pada tanggal 5 September 1995, akibat serangan jantung. Ia bukan lagi sekadar sebagai tokoh masyarakat Betawi, melainkan legenda seniman terbesar yang pernah ada. Karena itu banyak orang merasa kehilangan saat dirinya dipanggil Yang Maha Kuasa.Dari pelawak yang pernah tampil dalam variety show Benjamin Show sambil tour dari kota ke kota sampai Malaysia dan Singapura ini muncul banyak idiom atau celetukan yang sampai kini masih melekat di telinga masyarakat, khususnya warga Jakarta. Sebut saja, aje gile, ma'di kepe, atau ma'di rodok, yang semuanya lahir dari lidah Benyamin.
· Hapus Kiriman

Mpo Nori

Seniman betawi satu ini, meski dari segi usia tergolong tidak muda lagi, namun dari segi penampilan tidak kalah dengan artis-artis muda. Terpaan kehidupan sebagai seniman betawi yang begitu keras membuatnya tetap tak tergoyahkan, bahkan terus berkibar mengisi berbagai panggung hiburan baik theater, lenong maupun televisi.Bagi Mpok Nori atau panggilan sehari-harinya Nyak Nori ini, kehidupan sebagai seniman topeng memang banyak pasang surutnya. Hal itu telah dilalui dengan susah payah. Kekuatan Nyak Nori untuk tetap eksis dalam dunia topeng betawi, karena sejak kecil ia telah terjun menjadi penari topeng sehingga betul-betul menjiwai suka duka dan asam garam dunia topeng ini.Kalau dulu belum banyak srtasiun televisi seperti sekarang, panggilan dari kampung ke kampung lebih banyak, namun uang yang diterima hanya sedikit paling-paling cukup buat makan doang, tapi sekarang uang yang kita terima memang lebih banyak dan jangkauan penonton juga menjadi lebih luas, bahkan dari berbagai kalangan dan berbagai suku bangsa mulai dari sabang sampai marauke.Nenek dari beberapa orang cucu bahkan sudah bercicit ini, dalam kehidupan perkawinannya memang tidak berjalan mulus, karena suami tercintanya yang juga sama-sama seniman topeng betawi kecantol dengan perempuan lain asal karawang, sehingga ia memutuskan untuk berpisah dan berusaha dengan sekuat tenaga membesarkan anak-anaknya dengan jerih payah sendiri. Alhamdulillah meski dengan menyandang sebagai janda dia mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai tingkat sekolah menengah atas.Memang darah seni yang melekat pada dirinya, berkembang secara otodidak, namaknya menurun juga pada anak. Ada beberapa anaknya yang ternyata juga mencintai kesenian topeng asli betawi ini. “Saya sangat prihatin dengan semakin menurunnya putra-putri betawi yang mencintai kesenian tradisional asli betawi, terlebih dengan telah meninggalnya seniman betawi seperti H Benyamin S, Tokoh Topeng H Bokir yang kemudian disusul dengan H Nasir,”kata Nyak Nori.Karenanya kedepan meski di usia yang sudah renta, ia akan terus melestarikan kesenian betawi sampai akhir hayat dikandung badan. Selain kesenian sebenarnya ada satu obsesi nyak nori yang belum bisa terwujud yaitu ingin punya restoran khusus makanan betawi. Meski orang yang ingin memberi modal sudah ada, namun waktu dan tempat nampaknya menjadi kendala untuk mewujudkan obsesinya itu.Sebenarnya sambil terus memperkenalkan seni budaya betawi, nyak nori juga memperkenalkan berbagai makanan khas betawi seperti dodol, sayur gabus pucung, nasi uduk dan berbagai penganan lainnya yang khas betawi namun pemasarannya masih terbatas untuk kalangan tertentu dan waktu tertentu, dan umumnya ramai pada saat hari lebaran.

H.BOKIR BIN JI'UN

Nama : Haji Bokir bin Dji'un
Lahir : Cisalak, Bogor, 25 Desember 1925
Meninggal : Jakarta, Jumat 18 Oktober 2003
Agama : Islam
Isteri : Tiga orang
Anak : Lima orang
Orang Tua : Dji'un
Profesi : Seniman Topeng Betawi
Karir : Bermain pada sekitar 50-an film

Tokoh Kesenian Topeng Betawi


Tokoh kesenian topeng Betawi Haji Bokir bin Dji'un, meninggal dunia dalam usia 77 tahun pada hari Jumat (18/10) sekitar pukul 05.30. Jenazah dimakamkan siang harinya setelah shalat Jumat di pemakaman Kampung Keramat, Cipayung, Jakarta Timur. Sejumlah tokoh topeng betawi dan lenong turut mengantar jenazah Bokir, seperti Nasir, Omas, dan Hajah Nori. Sekitar pukul 04.30, ia tidak sadarkan diri setelah keluar dari kamar mandi di rumahnya di Kampung Setu, Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Kemudian dibawa ke Rumah Sakit Pasar Rebo, Jakarta Timur, dan meninggal sekitar pukul 05.30.Bokir yang dilahirkan di Cisalak, Bogor, 25 Desember 1925, itu sudah lama mengidap penyakit darah tinggi. Ia meninggalkan seorang isteri, lima anak dan sembilan cucu. Sebelum meninggal, Bokir tinggal dengan istri ketiganya Namah. Dua istrinya telah meninggal dunia.Ayah Bokir, Dji'un, juga seorang pemain topeng Betawi semasa kolonial. Hampir seluruh hidup Bokir dipersembahkan untuk kesenian topeng dan lenong Betawi. Ia sudah bermain topeng Betawi sejak usia 13 tahun. Pada mulanya ia sebagai pemain kendang sampai rebab. Kemudian ia mendirikan dan memimpin kelompok topeng Betawi Setia Warga sejak tahun 1960-an hingga akhir hayatnya. Pada awal tahun 1970-an Setia Warga sering tampil di TVRI.Penampilan terakhir Bokir dan kelompoknya, September 2002 lalu, di sebuah hajatan perkawinan di Cilangkap. Mereka memainkan cerita Salah Denger yang-antara lain-didukung Bolot, Malih, dan Bodong. Mandra dan Omas, pemain topeng betawi yang kemudian sebagai pemain sinetron, adalah keponakan Bokir.Selain main topeng dan lenong, Bokir pernah bermain pada sekitar 50-an film, termasuk film Petualangan Cinta Nyi Blorong (1986). Film yang dibintangi Suzanna dan disutradarai Sisworo Gautama Putra itu ditayangkan oleh RCTI pukul 13.00 bertepatan dengan hari wafat Bokir. Ia juga tampil dalam sejumlah sinetron, di antaranya Koboi Kolot, Fatimah, dan Angkot Haji Imron.

Rabu, 28 Juli 2010

PEMBUKAAN

Nama : Adhans Asy-Syaukany
TTL : Bekasi, 24 januari 1987
Alamat : JL.Bintara 14 rt.002/014 No.43
Kel Bintara-Bekasi Barat






Assalamualaikum....

Abang n mpo nyeng ad dmn aje,,,ptame2 aye mo ngucapin mkasih bet inih krn blog aye udah disaba ame abang n mpo skalian,,,,
ini blog aye bkin yg isinya mayoritas tentang betawi...khususnye kesenian betawi kaye topeng,lenong,,,,,,
Sengaje ini sy bikin lantaran budaya betawi nyeng mkin ke lindes ame jaman...aye kuatir bgt klo2 nanti 10-20 taon yg nti anak2 betawi sendiri kga ngarti bahase betawi apalagi smpe tau kebudayaan betawi,,,mudah2an dengan "mrojolnya" ini blog,kita sebagai anak betawi bisa tau dikit tentang betawi...nyeng pade akhirnye kbudayaan betawi tetep ade n eksis di nusantare tercinte ini...tapi aye juga bikin ginian bukan brarti aye tw bnyak tenteng betawi,,,aye mah bikin ginian cm modal cinte ame betawi..jgn sampe betawi ilang di obok2 jaman....
Harepan aye mah,mudah2an dengan adanya ginian,anak muda betawi jg jd makin cinte n mao rempug buat ngelestariin budaye betawi inih....Tenang ajah blog ni biar kate isinya ttg betawi mulu tapi kga brarti yg gabung dsni kudu org betawi,,,aye mah pengen nya smua suku ada dsni...kite jage persatuan n perdamaian getttoooch...setuju kn bang...mpo....

yah udah dah sgni dulu pembukaan dari aye yaaaa....
anyok adah kita klik lg...kita bace2 ttg topeng betawi...mudah2an ape nyang aye tulis dsni,,ada manpaatnye y dikit...

Wassalamualaikum....

asal usul betawi


Abang ame mpo yg terhormat, ini nih dbawah,ada inpo dikit tentang BETAWI,,, mudah2an sich dg yg sy kopi dr berbagai sumber ni,qt jd ad pengetauannya dikit tentang BETAWI...baca y yg "teges"...ok bang,,,mpo...!!! Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis da...n bangsa di masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Jawa, Arab, Bali, Sumbawa, Ambon, Melayu dan Tionghoa. Istilah Betawi Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni Jakarta dan bahasa Melayu Kreol yang digunakannya, dan juga kebudayaan Melayunya. Kata Betawi sebenarnya berasal dari kata “Batavia,” yaitu nama kuno Jakarta yang diberikan oleh Belanda. Sejarah Diawali oleh orang Sunda (mayoritas), sebelum abad ke-16 dan masuk ke dalam Kerajaan Tarumanegara serta kemudian Pakuan Pajajaran. Selain orang Sunda, terdapat pula pedagang dan pelaut asing dari pesisir utara Jawa, dari berbagai pulau Indonesia Timur, dari Malaka di semenanjung Malaya, bahkan dari Tiongkok serta Gujarat di India. Antropolog Universitas Indonesia, Dr. Yasmine Zaki Shahab, MA memperkirakan, etnis Betawi baru terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893. Perkiraan ini didasarkan atas studi sejarah demografi penduduk Jakarta yang dirintis sejarawan Australia, Lance Castle. Di zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu melakukan sensus, yang dibuat berdasarkan bangsa atau golongan etnisnya. Dalam data sensus penduduk Jakarta tahun 1615 dan 1815, terdapat penduduk dari berbagai golongan etnis, tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis Betawi. Rumah Bugis di bagian utara Jl. Mangga Dua di daerah kampung Bugis yang dimulai pada tahun 1690. Pada awal abad ke 20 ini masih terdapat beberapa rumah seperti ini di daerah Kota. Hasil sensus tahun 1893 menunjukkan hilangnya sejumlah golongan etnis yang sebelumnya ada. Misalnya saja orang Arab dan Moor, orang Jawa dan Sunda, orang Sulawesi Selatan, orang Sumbawa, orang Ambon dan Banda, dan orang Melayu. [sunting] Suku Betawi Pada tahun 1930, kategori orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada justru muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas penduduk Batavia waktu itu. Antropolog Universitas Indonesia lainnya, Prof Dr Parsudi Suparlan menyatakan, kesadaran sebagai orang Betawi pada awal pembentukan kelompok etnis itu juga belum mengakar. Dalam pergaulan sehari-hari, mereka lebih sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat tinggal mereka, seperti orang Kemayoran, orang Senen, atau orang Rawabelong. Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia Belanda, baru muncul pada tahun 1923, saat Husni Thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi. Baru pada waktu itu pula segenap orang Betawi sadar mereka merupakan sebuah golongan, yakni golongan orang Betawi. Ada juga yang berpendapat bahwa orang Betawi tidak hanya mencakup masyarakat campuran dalam benteng Batavia yang dibangun oleh Belanda tapi juga mencakup penduduk di luar benteng tersebut yang disebut masyarakat proto Betawi. Penduduk lokal di luar benteng Batavia tersebut sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional. Hal ini terjadi karena pada abad ke-6, kerajaan Sriwijaya menyerang pusat kerajaan Tarumanagara yang terletak di bagian utara Jakarta sehingga pengaruh bahasa Melayu sangat kuat disini. Selain itu, perjanjian antara Surawisesa (raja Kerajaan Sunda) dengan bangsa Portugis pada tahun 1512 yang membolehkan Portugis untuk membangun suatu komunitas di Sunda Kalapa mengakibatkan perkawinan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis yang menurunkan darah campuran Portugis. Dari komunitas ini lahir musik keroncong. Setelah kemerdekaan Sejak akhir abad yang lalu dan khususnya setelah kemerdekaan (1945), Jakarta dibanjiri imigran dari seluruh Indonesia, sehingga orang Betawi — dalam arti apapun juga — tinggal sebagai minoritas. Pada tahun 1961, ‘suku’ Betawi mencakup kurang lebih 22,9 persen dari antara 2,9 juta penduduk Jakarta pada waktu itu. Mereka semakin terdesak ke pinggiran, bahkan ramai-ramai digusur dan tergusur ke luar Jakarta. Walaupun sebetulnya, ’suku’ Betawi tidaklah pernah tergusur atau digusur dari Jakarta, karena proses asimilasi dari berbagai suku yang ada di Indonesia hingga kini terus berlangsung dan melalui proses panjang itu pulalah ’suku’ Betawi hadir di bumi Nusantara. Bahasa Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing. Ada juga yang berpendapat bahwa suku bangsa yang mendiami daerah sekitar Batavia juga dikelompokkan sebagai suku Betawi awal (proto Betawi). Menurut sejarah, Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum Sumpah Pemuda, sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional. Karena perbedaan bahasa yang digunakan tersebut maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap orang yang tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia). Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng (yang berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan tearkhir menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik[1] yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris. Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi. Seni dan kebudayaan Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Tionghoa, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab,dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an. Saat ini Suku Betawi terkenal dengan seni Lenong, Gambang Kromong, Rebana Tanjidor dan Keroncong. Kepercayaan Orang Betawi sebagian besar menganut agama Islam, tetapi yang menganut agama Kristen; Protestan dan Katholik juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara. Profesi Di Jakarta, orang Betawi sebelum era pembangunan orde baru, terbagi atas beberapa profesi menurut lingkup wilayah (kampung) mereka masing-masing. Semisal di kampung Kemanggisan dan sekitaran Rawabelong banyak dijumpai para petani kembang (anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain). Dan secara umum banyak menjadi guru, pengajar, dan pendidik semisal K.H. Djunaedi, K.H. Suit, dll. Profesi pedagang, pembatik juga banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan pekebun juga umum dilakoni oleh warga Kemanggisan. Kampung yang sekarang lebih dikenal dengan Kuningan adalah tempat para peternak sapi perah. Kampung Kemandoran di mana tanah tidak sesubur Kemanggisan. Mandor, bek, jagoan silat banyak di jumpai disana semisal Ji’ih teman seperjuangan Pitung dari Rawabelong. Di kampung Paseban banyak warga adalah kaum pekerja kantoran sejak zaman Belanda dulu, meski kemampuan pencak silat mereka juga tidak diragukan. Guru, pengajar, ustadz, dan profesi pedagang eceran juga kerap dilakoni. Warga Tebet aslinya adalah orang-orang Betawi gusuran Senayan, karena saat itu Ganefonya Bung Karno menyebabkan warga Betawi eksodus ke Tebet dan sekitarnya untuk “terpaksa” memuluskan pembuatan kompleks olahraga Gelora Bung Karno yang kita kenal sekarang ini. Karena asal-muasal bentukan etnis mereka adalah multikultur (orang Nusantara, Tionghoa, India, Arab, Belanda, Portugis, dan lain-lain), profesi masing-masing kaum disesuaikan pada cara pandang bentukan etnis dan bauran etnis dasar masing-masing. Perilaku dan sifat Asumsi kebanyakan orang tentang masyarakat Betawi ini jarang yang berhasil, baik dalam segi ekonomi, pendidikan, dan teknologi. Padahal tidak sedikit orang Betawi yang berhasil. Beberapa dari mereka adalah Muhammad Husni Thamrin, Benyamin Sueb, dan Fauzi Bowo yang menjadi Gubernur Jakarta saat ini . Ada beberapa hal yang positif dari Betawi antara lain jiwa sosial mereka sangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendensius. Orang Betawi juga sangat menjaga nilai-nilai agama yang tercermin dari ajaran orangtua (terutama yang beragama Islam), kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai pluralisme. Hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat Betawi dan pendatang dari luar Jakarta. Orang Betawi sangat menghormati budaya yang mereka warisi. Terbukti dari perilaku kebanyakan warga yang mesih memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti lenong, ondel-ondel, gambang kromong, dan lain-lain. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan sebagian besar masyarakat Betawi masa kini agak terpinggirkan oleh modernisasi di lahan lahirnya sendiri (baca : Jakarta). Namun tetap ada optimisme dari masyarakat Betawi generasi mendatang yang justru akan menopang modernisasi tersebut. Tokoh Betawi Benyamin Sueb, seniman Betawi legendaris. * Muhammad Husni Thamrin – pahlawan nasional * Ismail Marzuki – pahlawan nasional, seniman * Ridwan Saidi – budayawan, politisi * Bokir – seniman lenong * Nasir – seniman lenong * Benyamin Sueb – artis * Nazar Ali – artis * Mandra – artis * Omaswati – artis * Mastur – artis * Mat Solar – artis * Fauzi Bowo – pejabat pemerintahan * K.H. Noerali – pahlawan nasional, ulama * SM Ardan – sastrawan * Mahbub Djunaidi – sastrawan * Firman Muntaco – sastrawan